Jumat, 05 April 2013

Pertama dan Terakhir...

"Pul, jangan lupa diminum obatnya ya! Ibu ke kantor dulu. Nanti siang teteh kamu ke sini abis kuliah."

"Ia bu."

Pintu kemudian ditutup dan ibu menghilang di balik pintu. Sudah 3 bulan aku keluar masuk rumah sakit. Ingin rasanya segera sembuh dari penyakit ini. Lalu pergi ke sana. Ke tempat dimana ia berada.

---------------------------

"Pul, kado dari kamu udah dititipin yah pas kita ke theater. Diasta manis lho di Tenshi no Shippo."

"Sankyuu san. Padahal udah ada rencana ke Jakarta bareng kalian tapi malah sakit."

"Bisa lain kali lah pul. Toh Kang Yoga udah nyanggupin kalo kamu ntar sembuh kita ke theater lagi."

"Ia, ia. Doain dongs biar cepet sembuh."

"Pasti lah pul. Biar kamu bisa ketemu ama oshimenmu. Udah ngebet banget kan kamu. Coba kamu sukanya dari dulu. Pasti udah pernah ketemu dah."

"Kamu telat sih san ngeracun sayanya."

"Ya udah deh, kita pulang dulu ta pul. Udah sore juga ini. Titipan kamu udah ada semua kan? Photo, pin, poster. Semoga bisa jadi penyemangat buat kesembuhanmu ya."

"Ia, makasih kang Arga."

----------------------------

"Impian ada di tengah peluh"
"bagai bunga yang mekar secara perlahan"
"Usaha keras itu tak akan mengkhianati"

"Duh, lagu Shonichi ini emang mantap. Kalo denger ini, semangat saya untuk segera sembuh semakin tinggi."

"Ngomong sendiri lagi pul?"

"Eh ibu, baru pulang kantor ya?"

"Ia. Semoga kamu bisa bertemu sama Diasta ya Pul."

"Ia bu. Doakan ya biar Epul cepet sembuh."

"Pasti Pul."

-------------------------------

"Malam semua."

"Malam Dok."

"Bu, bisa kita bicara di ruangan saya?"

"Tentu Dok. Pul, Ibu ke luar dulu ya"

"Ia, Bu."

------

"Ah, Ibu sudah datang."

"Bagaimana kata dokter tadi bu? Apa Epul harus dioperasi?" Tetehku nyengir.

"Teteh mah malah nakut-nakutin aja." Aku sedikit cemberut.

"Tetehmu benar Pul. Kamu harus dioperasi. Itu pun belum tentu bisa membuat kamu sembuh dari kanker ini." Ibu terisak.

Aku termenung.

"Ya Allah, berat sekali ujian darimu ini. Ya Allah, jika memang kanker ini akan mengantarkanku untuk bertemu denganmu. Izinkan aku untuk sekali saja bertemu dengannya. Dengan Diasta yang saya idolakan." Entah kenapa aku merasa hidupku sudah tidak lama lagi.

"Kapan jadwal operasinya bu?"

"Kata dokter minggu depan. Semoga kamu sembuh setelah operasi ya pul." Ibu terisak semakin keras.

---------------------------------

"Pul, semangat ya. Jangan putus harapan. Begitu kamu sehat kita pasti bawa kamu ketemu sama Diasta."

"Ia Pul. Yang penting sekarang kamu sehat dulu. Yakin kalo usaha keras tak akan mengkhianati pul."

Semua ucapan dan dukungan mengalir. Hanya saja, entah kenapa perasaan bahwa Ia akan memanggilku tidak lama lagi tidak juga hilang.

"Ya Allah. Jika engkau ingin memanggilku, kumohon pertemukanku dengan Diasta terlebih dahulu. Meski hanya sebentarpun tidak mengapa Ya Allah."

"Baiklah, operasi akan kita mulai sebentar lagi. Epul saya bawa dulu ke ruang operasi ya Bu, Adik-adik. Doakan semoga operasi berjalan lancar dan epul bisa sehat seperti sedia kala."

---------------------------------

2 Jam setelahnya....

"Maaf Bu, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi, Yang Mahakuasa berkehendak lain."

Ibu, langsung terdiam dan menitikan air mata. Begitu pula dengan teteh. Teman-teman pun ternganga tidak percaya. Seakan petir menyambar dengan keras, setelah semua usaha dan doa yang dipanjatkan. Ternyata Ia memiliki kehendak yang lain untuk diriku.

"Tolong Epul jangan terlalu diberi beban lagi. Jika ibu tidak kuat untuk menyampaikan kepada Epul, biar saya nanti yang menyampaikannya."

"Tidak apa-apa Dok. Biar saya yang menyampaikannya." Masih menangis dan belum bisa mengontrol dirinya.

----------------------------------

"Bu, jam berapa ini?"

"Kamu sudah sadar nak? Sudah pukul 19."

"Bagaimana operasinya bu? Apa kata dokter? Saya sudah sembuhkan setelah operasi tadi?"

Seketika suasana menjadi hening...

"Ia pul. Kamu bakalan sembuh ko." Ibu tersenyum tipis.

-----------------------------------

Meski ibu berkata aku akan sembuh kemarin. Tapi aku merasakan kejanggalan dari kata-katanya. Dokter semakin intens datang ke ruanganku. Ibu semakin sering bengong. Keadaanku yang juga tidak kunjung membaik, malah kepala ini semakin sakit rasanya. Ingin aku memecahkannya dan segera pergi dari dunia ini.

Esoknya, aku kembali bertanya kepada ibu.

"Bu, tolong jawab dengan jujur. Bagaimana keadaanku saat ini?"

Keadaan kembali hening...

"Sebenarnya aku ga bisa sembuh kan bu? Penyakitku terlalu beratkan bu? Kanker ini udah terlalu kuat ada di dalam otakku kan bu?"

Ibu masih terdiam...

"Ayo jawab bu!" Aku sedikit terisak.

"Nak, dokter sudah berusaha untuk menyelamatkan nyawamu. Tapi Allah berkehendak lain nak." Tangis ibupun pecah di sana.

Akupun terdiam. Merenung bahwa sebentar lagi kanker akan merengut nyawaku. Berpikir bahwa ini tidak lah adil. Aku yang sangat ingin bertemu dengan Diasta, malah harus dipertemukan dengan maut.

"Bu, kalau begitu. Satu saja permintaan saya sebelum kembali ke hadapan-Nya. Izinkan saya ke Jakarta untuk bertemu dengan Diasta." Akupun memohon kepada ibuku.

"Baiklah nak. Jika itu memang keinginanmu. Ibu tidak akan melarangnya."

Setelah mendengar itu, rasanya hati ini senang. Segera kukabari teman-temanku agar mereka bisa datang dan membicarakan masalah ini di sini.

----------------------------------------

Keesokan harinya. Kuceritakan semua pada mereka. Mereka tampak kaget dan sedih mendengar berita itu. Mereka akan sangat senang sekali bisa membantu keinginan terakhirku. Akan tetapi...

"Belakangan Diasta ga ada di list member yang tampil pul. Semenjak set list ganti ke RKJ dia belom pernah tampil."

"Jadwal minggu ini juga ga ada Diastanya pul. Kecuali kalo kamu mau ke theater meski ga ada Diasta."

"Ga deh. Saya cuman pengen ketemu sama Diasta aja sebenernya. Ga harus di theater juga." Aku tertunduk lemas mendengar penjelasan dari teman-temanku.

"Nyalain tipi ya. Kan ada JKT48 di Dasiat hari ini. Mungkin ada Diasta tampil" Kang Arga menggodaku.

Ketika kami menyalakan TV chanel Rajawali, yang terbuka adalah breaking news soal kecelakaan yang terjadi di Bandung.

"Kecelakaan terjadi di pintu tol Pasteur. Sebuah bus milik perguruan tinggi di Bandung bertabrakan dengan truk yang mengangkut material-material besi untuk fondasi beton. Kecelakaan menelan korban 2 orang meninggal di tempat dan sisanya luka berat serta ringan. Korban meninggal dan yang mengalami luka dilarikan ke RSHS untuk mendapat perawatan lebih intensif."

Sedikit tercengang ketika mendengar berita tersebut. Dari info yang kudapat, Diasta kuliah di Perguruan Tinggi tersebut. Dalam hati aku berdoa semoga Diasta tidak ada di sana.

"Pantas saja tadi banyak orang ketika kita melewat ke UGD. Ada kecelakaan toh di gerbang tol." Celetuk ikhsan.

Entah kenapa firasatku tidak enak.

"Anterin ke luar yo. Pengen cari tau masalah kecelakaan ini." Pintaku.

"Mang kenapa pengen tau gitu kamu pul?" Tanya kang Puthut.

"Sebenernya, Diasta kuliah di Perguruan Tinggi itu. Dan firasatku ga enak ini kang." Jawabku.

"Ouh, ya udah. Kita ke bawah aja. Ada kursi dorong kan? Ntar kita mencar buat cari taunya. Kumpul di lobi aja."

"Sip kang." Semua berkata tanda setuju.

Kamipun ke bawah dan berusaha mencari informasi. Setelah setengah jam. Kami menuju lobi dan hanya sedikit hal yang kuketahui.

"Duh, kang. Katanya ada yang ketusuk dadanya dan itu cewe." Aku jadi semakin khawatir.

"Kita berdoa aja ya pul. Semoga ikhsan, kang yoga, dan puthut dapet berita yang lebih jelas." Kang Arga berucap.

Tidak lama kemudian datanglah ketiganya. Muka kang Yoga aga berbeda. Ada raut tak enak di wajahnya. Firasatku semakin yakin kalo cewe itu Diasta.

"Gimana?" Tanya kang Arga.

"Pul, kamu jangan kaget ya." Pinta Kang Puthut.

"Kan ada yang ketusuk tuh. Dan itu cewe. Ternyata yang ketusuk itu..." Kang Yoga terdiam.

"Diasta kang?" Aku mendesak.

"Ia pul." Ikhsan menghela napas.

Aku tersentak. Campur aduk rasanya. Setelah mendengar bahwa hidupku sudah tidak lama lagi. Kini Diasta yang aku idolakanpun dalam keadaan kritis. Ingin rasanya kuberteriak di sini.

---------------------------------

Malamnya, aku mendengar suster yang merawatku tengah bercakap-cakap dengan suster lain. Mereka mengobrol tentang korban kecelakaan yang tadi siang dioperasi. Akupun menguping pembicaraan mereka.

"Sus, katanya anggota Je Ka Te Empat Lapan tadi kecelakaan terus dioperasi ya?"

"Ia sus. Tadi kata suster mirna yang ikut operasinya sih begitu."

"Operasinya berhasil ya sus? Tapi katanya cuman bisa memanjangkan umurnya beberapa hari aja ya?"

"Ia, jantungnya jadi lemah. Kalo mau hidup, harus..."

Tiba-tiba pembicaraan mereka terpotong. Aku jadi kesal sama yang membuat pembicaraan mereka terpotong.

"Malam suster."

"Malam Dok."

"Rupanya Dokter yang merawatku baru saja tiba." Pikirku.

"Malam dek. Kita periksa dulu ya sebentar."

Setelah pemeriksaan malam itu. Aku jadi tidak bisa tidur karena memikirkan kata yang terpotong dari percakapan suster tadi.

--------------------------------------

Siang harinya, Ikhsan kembali berkunjung.

"Pul, katanya member ada yang datang lho. Ngejenguk Diasta." Ikhsan membuka pembicaraan.

"Ada siapa aja? Diasta udah sadar belom?" Tanyaku.

"Tadi liat sih ada Beby, Kinal, Dhike, Frieska. Member yang masih SMA pada datang menjenguk. C teteh masih kuliah mungkin jadi belom datang. Kayanya sih belom sadar." jawabnya.

"Seneng nih bisa liat Beby lagi san. Dah lama juga kamu ga ke theater lantaran harus siap-siap UN." Timpalku.

"Ia nih pul." Ikhsan aga tersipu.

"katanya sih Diasta...."

Ikhsan berbicara cukup pelan. Sampai terdengar seperti hanya saya dan dia yang bisa mendengar apa yang dia ucapkan. Ga tau juga kenapa. Tapi akhirnya aku dapat jawaban dari pertanyaanku tadi malam. Aku tertegun sebentar. Mencoba berpikir lebih keras dari biasanya. Kurasa, rasa itu sangat tinggi bersemayam di hati. Aku hanya perlu mengabarkannya kepada mereka.

"San, nanti titip surat ya buat Diasta." Pintaku.

"Oh, boleh aja. Kenapa ga kamu yg kasih sendiri aja sih? Malu-malu ya kamu?" Ikhsan meledekku lagi.

Akupun aga tersipu mendengarnya. Tapi, apa daya. Hanya ini yang bisa kulakukan saat ini.

-----------------------------------------

Keesokan harinya, Diasta akhirnya mendapatkan donor jantung. Teman-teman member JKT48, staff, serta keluar Diasta amat senang mendengarnya. Sayapun senang mendengar hal tersebut.

Pukul 14 akhirnya operasi selesai. Dari kabar yang kudengar, operasi berhasil dilakukan. Senangnya hati ini. Kurasa, Diasta baru akan sadar besok atau lusa. Akupun berbicara dengan salah satu official. Mengatakan tujuanku dan sedikit berdebat dengannya. Akhirnya aku mendapat izin untuk bertemu dengannya. Ia akan memberi tahu jika Diasta sudah sadar.

Esoknya, setelah menghadiri acara itu, aku dihubungi oleh pihak official JKT48 bahwa Diasta telah sadar. Mungkin nanti sore saya bisa datang untuk menemuinya. Akhirnya, waktu ini datang juga. Kubulatkan tekad untuk pergi menemui Diasta nanti sore.

Sorenya, akupun bergegas ke Rumah Sakit untuk bertemu dengan Diasta. Sesampainya di Rumah Sakit, kuhubungi terlebih dahulu Official yg mengabariku. Setelah berbincang-bincang sedikit akupun diizinkan untuk bertemu dengan Diasta.

"Tok tok tok. Sore Kak. Maaf mengganggu istirahat Ka Diasta."

"Ia ga papa. Silahkan masuk." ucap Diasta sambil tersenyum ke arahku.

Meski baru siuman beberapa saat yang lalu dan mukanya masih pucat, saat itu aku merasa Diasta amat cantik.

"Ini, ada yang ingin saya sampaikan untuk Kak Diasta." Sambil menyerahkan sepucuk surat.

"Ini dari kamu?" Tanyanya.

"Dibaca aja suratnya kak" Pintaku.

Akhirnya Diasta membuka surat tersebut dan mulai membacanya. Saat membacanya, ia terisak. Kemudian ia menangis. Akupun tak dapat menahan air mata yang mengalir dengan derasnya. Hari ini, semua yang ia rasakan sudah tersampaikan kepada orang yang ia sayangi. Semoga rasa itu, dapat terjaga dalam diri orang yang amat ia sayangi.

---------------------------------------------------------------

Kepada Yang Kusayangi
Kak Diasta

Assalamualaikum wr wb

Mohon maaf saya tidak dapat menyerahkan surat ini secara langsung kepada kak diasata. Saya terpaksa menitipkan surat ini kepada teman saya. Saya sebenarnya sangat ingin untuk menyerahkannya secara langsung kepada Kak Diasta. Apa daya, saat kak diasta membaca surat ini, saya sudah tidak ada lagi di dunia ini.
   
Terima kasih karena telah menjadi penyemangat hidupku selama aku berjuang melawan penyakit ini. Terima kasih sudah mau menggunakan hadiah yang saya berikan untuk kak diasta yang saya titipkan pada teman saya. Terima kasih sudah muncul di kehidupanku meski sangat singkat. Sekali lagi terima kasih karena telah mewarnai akhir hayatku.

Kak, pertemuan dengan kakak sebelum aku pergi adalah suatu yang sangat berharga. Tak akan kulupakan meski aku sudah berada di dunia yang berbeda dengan kakak. Pertemuan yang sangat singkat sekali. Karena hanya sebelum operasilah aku bisa melihat kakak. Meski saat itu hanya sebentar, tapi dengan itu tidak ada lagi rasa penyesalan sebelum akhirnya Ia memanggilku. Dengan kangker yang hinggap pada otakku dan sedikit waktu yang tersisa. Pertemuan dengan kakak meski hanya sekejap adalah hadiah terindah dalam hidupku.

Kak, maaf aku tidak bisa menemui kakak di theater. Maaf sekali kak. Bukan aku tak ingin. Apa daya, penyakit ini tidak mengizinkanku untuk pergi ke tempatmu. Hanya surat dan hadiah dariku yang bisa ke tempatmu. Dan janjiku pada surat pertamaku pada kakak tidak bisa aku penuhi. Jika masih ada waktu dan kejadian ini tidak ada, aku pasti akan memenuhi janjiku pada kakak.

Kak, jangan sedih ya meski aku sudah tidak ada lagi di dunia ini. Karena aku akan selalu hidup di dalam diri kakak. Menopang kakak. Membantu mengalirkan darah ke seluruh tubuh kakak. Semoga jantungku dapat membantu kakak untuk terus berjuang meraih mimpi kakak. Menggapai semua cita-cita yang ingin kakak raih. Aku senang, karena aku dapat membantu orang yang paling kusayangi di dunia ini. Karena bagaimanapun, nyawaku sudah tidak dapat diselamatkan. Tapi nyawa kakak masih bisa terselamatkan dengan jantungku.

Kak, mungkin hanya ini yang dapat kusampaikan pada surat terakhirku. Maaf karena aku hanya dapat mendukung kakak sejauh ini. Semangat terus ya kak. Jadilah orang yang dapat menyembuhkan hati orang dan menebarkan senyummu yang cantik kepada semua orang. Semoga kita dapat bertemu lagi di akhirat kelak. Sekali lagi terima kasih, maaf, senang dapat membantu kakak.

Wassalamualaikum wr wb

Orang yang menyayangimu


Saepul

---------------------------------------------------------------

Minggu, 08 Juli 2012

New Life New Hobby

Halo semua.... :hi:

Apa kabar? :)

Sudah lama sekali tidak posting di blog nih. Beberapa waktu ini emang lagi males banget posting di blog. Karena satu dan lain hal yang pasti. Setelah bertapa beberapa saat dan bertemu dengan beberapa rekan-rekan yang tetap tidak menghilangkan rasa malasku ini untuk aktif dan eksis di dunia sana. Bahkan untuk medukung kehiatusan saya di dunia saya, saya putuskan untuk belum mengaktifkan kembali account Facebook saya.

Jumat, 01 Juni 2012

Happy 4th Anniversary HIMAKOM XXI


"Kamu mau dilantik sama alumni atau panitia?" Kalimat yang ditanyakan di pos sebelum pos Alumni. Cililin, Kab. Bandung, 1 Juni 2008.

Wahana inspirasi
berkarya dan berhimpun
Birulah lambang kami
laksana langit nan luhur

Majukan bersama
himpunan kita
Bangkitkan smangat membangun
Sumbang jasa dan karyamu

Himpunan kita HIMAKOM
Jaya slamanya

Selasa, 17 April 2012

Titik titik titik


Hmm...

I feel so empty right now
Some time I fell lonely to
Can I face this big world all by my self
Even I try so hard I just get ignored

Some times I feel I was nothing
Take a way to be something
But now I feel really tired
I think I can to be something